Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Ketrampilan Wanita

Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang memacu industrialisasi di segala bidang telah mempengaruhi dan bahkan mengubah pola fikir, perilaku dan pola hidup masyarakat kita, tak terkecuali kaum wanitanya. Adanya anggapan dan realita di masa lalu bahwa wanita hanyalah pantas mengandung, melahirkan dan merawat anak, mengurusi rumah tangga dan melayani suami, kini telah berubah. Saat ini telah terjadi pergeseran peran dan tuntutan wanita sejalan dengan perkembangan situasi dan kondisi. Wanita-wanita Indonesia sekarang telah banyak yang mengenyam bangku pendidikan mulai dasar hingga pendidikan tinggi, bahkan hingga ada pula diantara mereka yang bergelar doktor.
Seiring dengan semakin tingginya jenjang pendidikan yang telah ditempuh, tuntutan para wanita juga kian besar untuk mendapatkan peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya meningkatkan dan mengembangkan kariernya. Hal ini ternyata berakibat kepada pergeseran peran yang biasanya porsi terbanyak dimainkan wanita di rumah tangga, kini mereka justru menuntut peran terbanyak di sektor publik atau dengan kata lain “ berkarya di luar rumah”.

Konsekuensi dari semua itu adalah para wanita (muslimah pada khususnya) kini berada di tepi sebuah dilema. Disatu sisi mereka ingin berbuat yang terbaik sesuai tuntunan syariat, namun disisi lain ada ‘kekuatan’ yang sangat hebat yang menarik mereka untuk meraih segala ambisi yang mereka inginkan. Tuntutan tersebut ternyata semakin menjauhkan mereka dari tuntunan syariat, yang semua itu mereka lakukan karena keinginan untuk meningkatkan prestise (‘harga diri’ versi kaum feminis). Tanggung jawab sebagai istri dan ibu mulai dialihkan kepada pembantu rumah tangga atau baby sitter.

Bersamaan dengan itu, musuh-musuh Islam juga selalu gencar melancarkan isu-isu jender termasuk tuntutan persamaan jender, yang diawali dengan ajakan agar wanita keluar dari rumahnya (tentunya tanpa hajat syar’i). Berawal dari wanita keluar rumah, diiming-imingi untuk berhias, tabarruj, kemudian membuka auratnya, setelah itu saling interaksi dengan lain jenis tanpa batas (ikhtilat), dan seterusnya hingga dapat kita saksikan berbagai dampak “kebobrokan” propaganda Barat terhadap wanita tersebut antara lain kasus-kasus penyelewengan, tindakan amoral dan asusila, kenakalan remaja, naza, dan bertumpuk-tumpuk problema sosial kemasyarakatan yang semakin hari semakin parah.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamiin sebenarnya telah memberikan rambu-rambu sebagai solusi bagi segala macam problema yang terjadi di dalam masyarakat. Namun sayangnya seringkali orang-orang Islam sendiri banyak yang belum mampu mengaktualisasikan konsep tersebut, sehingga tak jarang Islam justru dianggap sebagai agama yang merendahkan kaum wanita dan memposisikan superioritas kaum laki-laki terhadap wanita. Ironisnya persepsi tersebut muncul dan berkembang di tengah-tengah umat Islam sendiri dan di dalam benak orang-orang yang mengaku dirinya ‘intelektual muslim’.

Padahal konsepsi Islam sesungguhnya tidak pernah membedakan antara kaum wanita dan kaum laki-laki baik dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan maupun dalam berkarya. Tetapi sebagai ‘dien’ yang menghendaki keselamatan bagi ummatnya, Islam telah mengatur dan menentukan batas bidang garap antara laki-laki dan wanita di dalam beraktivitas (berkarya).

Wanita muslimah ditempatkan di dalam rumah bukan berarti dia tidak bisa berbuat sesuatu apapun, atau tidak bisa menghasilkan sesuatu karya apapun. Muslimah di rumah adalah konsep ideal dalam rumah tangga Islami yang menempatkan wanita dalam situasi yang kondusif, aman dari fitnah dan dari berbagai godaan dunia luar, sehingga dia tetap mampu beraktualisasi diri dan berkarya dengan tetap mengutamakan pendidikan putra-putrinya serta berkhidmat kepada suaminya. Inilah tantangan bagi kaum wanita untuk lebih menggunakan kepandaian akal dan ketrampilannya, tanpa harus meninggalkan tanggung jawabnya yang mulia di sisi Allah SWT sebagai istri pendamping suami dan sekaligus sebagai ibu pendidik putra-putrinya.

Oleh karena itu, berdirinya Lembaga Pengkajian dan Pendidikan Ketrampilan Wanita (LP2KW) ini diharapkan mampu menjadi salah satu wadah alternatif bagi para muslimah dalam mengaktualisasikan segenap potensi dirinya secara optimal dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip ajaran al Qur’an dan as Sunnah yang shohih.